Keutamaan Sedekah menurut alquran dan hadis
Sedekah yang Paling Utama
Sedekah
Sedekah semuanya baik, namun antara satu dengan
yang lain berbeda keutamaan dan nilainya, tergantung niat, kondisi orang yang
bersedekah dan kepentingan proyek atau sasaran sedekah.
Di antara sedekah yang utama menurut Islam adalah sbb:
1.
Sedekah Sirriyyah
Sedekah sirriyyah adalah sedekah yang
dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sedekah ini sangat utama karena lebih
mendekati ikhlas dan selamat dari sifat riya’. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
bÎ) (#rßö6è? ÏM»s%y¢Á9$# $£JÏèÏZsù }Ïd (
bÎ)ur $ydqàÿ÷è? $ydqè?÷sè?ur uä!#ts)àÿø9$# uqßgsù ×öyz öNà6©9 4
ãÏeÿs3ãur Nà6Ztã `ÏiB öNà6Ï?$t«Íhy 3
ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î6yz ÇËÐÊÈ
Jika kamu menampakkan
sedekah(mu)[172], Maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu
menyembunyikannya[173] dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, Maka
menyembunyikan itu lebih baik bagimu. dan Allah akan menghapuskan dari kamu
sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS. Al Baqarah: 271)
Perlu diketahui, bahwa yang utama untuk
disembunyikan adalah pada sedekah kepada fakir dan miskin. Hal ini, karena ada
banyak jenis sedekah yang mau tidak mau harus ditampakkan, seperti membangun
masjid, membangun sekolah, jembatan, membuat sumur, membekali pasukan jihad dan
sebagainya.
Di antara hikmah menyembunyikan sedekah
kepada fakir miskin adalah untuk menutupi aib saudara kita yang miskin
tersebut. Sehingga tidak tampak di kalangan manusia serta tidak diketahui
kekurangan dirinya. Tidak diketahui bahwa tangannya berada di bawah dan bahwa
dia orang yang tidak punya. Hal ini merupakan nilai tambah tersendiri dalam
berbuat ihsan kepada fakir-miskin. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji
sedekah sirriyyah,
memuji pelakunya dan memberitahukan bahwa dia termasuk tujuh golongan yang
dinaungi Allah Subhanahu wa Ta’ala nanti
pada hari kiamat.
2.
Sedekah Dalam Kondisi Sehat
Bersedekah dalam kondisi sehat lebih
utama daripada berwasiat ketika sudah menjelang ajal, atau ketika sudah sakit
parah dan sulit diharapkan kesembuhannya. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa ada seorang
laki-laki yang datang kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah
apa yang paling utama?” Beliau menjawab:
« أَنْ
تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ ، تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى ،
وَلاَ تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ قُلْتَ : لِفُلاَنٍ كَذَا ،
وَلِفُلاَنٍ كَذَا ، وَقَدْ كَانَ لِفُلاَنٍ » .
“Engkau
bersedekah dalam kondisi sehat dan berat mengeluarkannya, dalam kondisi kamu
khawatir miskin dan mengharap kaya. Maka janganlah kamu tunda, sehingga ruh
sampai di tenggorokan, ketika itu kamu mengatakan, “Untuk fulan sekian, untuk
fulan sekian, dan untuk fulan sekian.” Padahal telah menjadi milik si fulan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
3. Sedekah
Setelah Kebutuhan Wajib Terpenuhi
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
tRqè=t«ó¡our #s$tB tbqà)ÏÿZã È@è% uqøÿyèø9$# 3
Ï9ºxx. ßûÎiüt7ã ª!$# ãNä3s9 ÏM»tFy$# öNà6¯=yès9 tbrã©3xÿtFs?
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” (QS. Al Baqarah:
219)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ
ظَهْرِ غِنًى ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ
“Sedekah yang terbaik adalah yang dikeluarkan selebih
keperluan, dan mulailah dari orang yang kamu tanggung.”
(HR. Bukhari)
4.
Sedekah dengan Kemampuan Maksimal
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ جُهْدُ
الْمُقِلِّ وَ ابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ
“Sedekah
yang paling utama adalah sedekah maksimal orang yang tidak punya, dan mulailah
dari orang yang kamu tanggung.” (HR. Abu Dawud dan Hakim,
dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1112)
Imam
al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah berkata,
“Hendaknya seorang memilih untuk bersedekah dengan
kelebihan hartanya, dan menyisakan secukupnya untuk dirinya karena khawatir
terhadap fitnah fakir (kemiskinan). Sebab, boleh jadi dia akan menyesal atas
apa yang dia lakukan (dengan berinfak seluruh atau melebihi separuh harta)
sehingga merusak pahala. Sedekah dan kecukupan hendaknya selalu eksis dalam
diri manusia. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak mengingkari Abu Bakar yang keluar
dengan seluruh hartanya, karena Nabishallallahu
‘alaihi wa sallam tahu
persis kuatnya keyakinan Abu Bakar dan kebenaran tawakkalnya, sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
khawatir fitnah itu menimpanya sebagaimana Beliau khawatir terhadap selain Abu
Bakar. Bersedekah dalam kondisi keluarga sangat butuh dan kekurangan, atau
dalam keadaan menanggung banyak utang bukanlah sesuatu yang dikehendaki dari sedekah itu.
Karena
membayar utang dan memberi nafkah keluarga atau diri sendiri yang memang butuh
adalah lebih utama. Kecuali jika memang dirinya sanggup untuk bersabar dan
membiarkan dirinya mengalah meskipun sebenarnya membutuhkan sebagaimana yang
dilakukan Abu Bakar dan itsar (mendahulukan orang lain) yang dilakukan kaum
Anshar terhadap kaum muhajirin.”
Oleh karena itu, para ulama
mensyaratkan bolehnya bersedekah dengan semua harta apabila orang yang
bersedekah kuat, mampu berusaha, bersabar, tidak berutang dan tidak ada orang
yang wajib dinafkahi di sisinya. Ketika syarat-syarat ini tidak ada, maka
bersedekah ketika itu adalah makruh.
5.
Menafkahi anak-istri
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
« دِينَارٌ
أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ
وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى
أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ » .
“Ada
dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, dinar yang kamu infakkan untuk
memerdekakan budak dan dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin. Namun
dinar yang kamu keluarkan untuk keluargamu (anak-isteri) lebih besar pahalanya.”
(HR. Muslim)
6. Bersedekah Kepada Kerabat
Disebutkan bahwa Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu memiliki
kebun kurma yang sangat indah dan sangat dia cintai, namanya Bairuha’. Ketika
turun ayat:
`s9 (#qä9$oYs? §É9ø9$# 4Ó®Lym (#qà)ÏÿZè? $£JÏB cq6ÏtéB 4
$tBur (#qà)ÏÿZè? `ÏB &äóÓx« ¨bÎ*sù ©!$# ¾ÏmÎ/ ÒOÎ=tæ ÇÒËÈ
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu
cintai. dan
apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya” (QS. Ali Imran: 92)
Maka Abu Thalhah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
mengatakan bahwa Bairuha’ diserahkan kepada Beliau, untuk dimanfaatkan sesuai
kehendak Beliau. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menyarankan agar ia membagikan bairuha’
kepada kerabatnya. Maka Abu Thalhah melakukan apa yang disarankan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
membagikannya untuk kerabat dan keponakannya (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda:
اَلصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِيْنِ
صَدَقَةٌ وَ هِيَ عَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ : صَدَقَةٌ وَ
صِلَةٌ
“Bersedekah
kepada orang miskin adalah satu sedekah, dan kepada kerabat ada dua (kebaikan);
sedekah dan silaturrahim.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu
Majah dan Hakim, Shahihul Jami’ no. 3858)
Secara lebih khusus, setelah menafkahi
keluarga yang menjadi tanggungan adalah memberikan nafkah kepada dua kelompok:
A.
Anak yatim yang masih ada hubungan kerabat.
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
xsù zNystFø%$#
spt7s)yèø9$# ÇÊÊÈ
!$tBur
y71u÷r& $tB èpt7s)yèø9$# ÇÊËÈ 7sù >pt6s%u ÇÊÌÈ ÷rr& ÒO»yèôÛÎ) Îû 5Qöqt
Ï
7pt7tóó¡tB
ÇÊÍÈ $VJÏKt #s
>pt/tø)tB
ÇÊÎÈ ÷rr& $YZÅ3ó¡ÏB
#s
7pt/uøItB
ÇÊÏÈ
“Tetapi Dia tidak menempuh jalan yang
mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apa jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu)
melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan,
(kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau kepada orang miskin yang
sangat fakir. (QS. Al Balad: 11-16)
B.
Kerabat yang memendam permusuhan.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ الصَّدَقَةُ
عَلَى ذِي الرَّحِمِ الْكَاشِحِ
“Sedekah
yang paling utama adalah sedekah kepada kerabat yang memendam permusuhan.”
(HR. Ahmad dan Thabrani dalam al-Kabir, Shahihul Jami’ no.
1110)
7. Bersedekah Kepada Tetangga
Dalam suratAn Nisaa’ ayat 36
* (#rßç6ôã$#ur ©!$# wur (#qä.Îô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© (
Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $YZ»|¡ômÎ) ÉÎ/ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Í$pgø:$#ur Ï 4n1öà)ø9$# Í$pgø:$#ur É=ãYàfø9$# É=Ïm$¢Á9$#ur É=/Zyfø9$$Î/ Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# $tBur ôMs3n=tB öNä3ãZ»yJ÷r& 3
¨bÎ) ©!$# w =Ïtä `tB tb%2 Zw$tFøèC #·qãsù ÇÌÏÈ
36. Sembahlah Allah dan
janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah
kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman sejawat, ibnu
sabil[295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong dan membangga-banggakan diri, ( Nisaa’ ayat 36 )
disebutkan perintah berbuat baik kepada
tetangga, baik yang dekat maupun yang jauh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda kepada Abu Dzar:
« يَا أَبَا
ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ » .
“Wahai
Abu Dzar! Jika kamu memasak sop, maka perbanyaklah kuahnya, lalu bagilah
sebagiannya kepada tetanggamu.” (HR. Muslim)
8. Bersedekah Untuk Jihad fii Sabilillah
9.
Bersedekah Kepada Kawannya yang Berada di Jalan Allah
Kedua
hal di atas (no. 8 dan 9) berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam:
« أَفْضَلُ
دِينَارٍ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ دِينَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى عِيَالِهِ وَدِينَارٌ
يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ عَلَى دَابَّتِهِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ يُنْفِقُهُ
عَلَى أَصْحَابِهِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ »
“Dinar
yang paling utama adalah dinar yang dikeluarkan seseorang untuk menafkahi
keluarganya, dinar yang dikeluarkan untuk kendaraannya (yang digunakan) di jalan
Allah dan dinar yang dikeluarkan kepada kawannya di jalan Allah.”
(HR. Muslim)
مَنْ جَهَّزَ غَازِياً فِى سَبِيلِ
اللَّهِ فَقَدْ غَزَا ، وَمَنْ خَلَفَ غَازِياً فِى سَبِيلِ اللَّهِ بِخَيْرٍ
فَقَدْ غَزَا
“Barang
siapa mempersiapkan (membekali) orang yang berperang, maka sungguh ia telah
berperang. Barang siapa yang menanggung keluarga orang yang berperang, maka
sungguh ia telah berperang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
10. Sedekah
Jariyah
Sedekah jariyah adalah sedekah yang pahalanya
terus mengalir meskipun ia sudah meninggal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ
عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ
عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila
cucu Adam meninggal, maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga; sedekah
jariyah, ilmu yang dimanfa’atkan atau anak shalih yang mendo’akan (orang
tua)nya.” (HR. Muslim)
Termasuk sedekah jariyah adalah waqf,
pembangunan masjid, madrasah, pengadaan sarana air bersih, menggali sumur,
menanam pohon agar buahnya dapat dimanfaatkan banyak orang dan proyek-proyek
lain yang dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh masyarakat.
Imam as-Suyuthiy membuatkan sya’ir
menyebutkan hal-hal yang bermanfaat bagi seorang sesudah meninggalnya:
اِذَا مَاتَ ابْنُ ادَمَ
يَجْرِي عَلَيْهِ مِنْ فِعَالٍ غَيْرِ عَشْرٍ
عُلُوْمٍ بَثَّهَا وَدُعَاءِ
نَجْلٍ وَغَرْسِ النَّخْلِ وَالصَّدَقَاتُ تَجْرِي
وَرَاثَةِ مُصْحَفٍ وَرِبَاطِ
ثَغْرٍ وَحَفْرِ الْبِئْرِ أَوْ إِجْرَاءِ نَهْرٍ
وَبَيْتٍ لْلْغَرِيْبِ بَنَاهُ يَأْوِى
إلِيْهِ أَوْ بِنَاءِ مَحَلِّ ذِكْرٍ
“Apabila cucu Adam
Adam meninggal, maka mengalirlah kepadanya sepuluh perkara;,
Ilmu yang disebarkannya, doa anak saleh, pohon kurma yang ditanamnya serta sedekahnya yang mengalir,Mushaf yang diwariskan dan menjaga perbatasan,
Menggali sumur, mengalirkan sungai, rumah untuk musafir yang dibangunnya atau membangun tempat ibadah.”
Ilmu yang disebarkannya, doa anak saleh, pohon kurma yang ditanamnya serta sedekahnya yang mengalir,Mushaf yang diwariskan dan menjaga perbatasan,
Menggali sumur, mengalirkan sungai, rumah untuk musafir yang dibangunnya atau membangun tempat ibadah.”
Dikutup oleh Ustadz Abdul Mukti, S.Pd.I Jelutih Batin XXIV 2014
Komentar
Posting Komentar