Laboratorium Hati


Masjid sebagai pusat segala kegiatan pendidikan di pesantren, terutama pendidikan hati. Pendidikan hati dilakukan dengan cara konsistensi shalat jamaah, berdzikir, qiyamul lail (seperti, shalat tahajjud), mengaji, i’tikaf, menjauhi maksiat dan dosa. Oleh  karena itu, pendidikan hati tersebut menjadi tolok ukur keberhasilan peserta didik di persantren dalam berbagai potensi dan profesinya, sekaligus tidak melupakan pendidikan yang berbasis teknologi.
Artinya, segala potensi dan profesi peserta didik hanya berangkat dari hati. Sebab, sebagaimana hadist Nabi di atas, suasana hatilah yang akan mempengaruhi segala kondisi manusia. Hati menjadi basis dan landasan keberhasilan peserta didik dalam berbagai bidang kehidupan; agama, sosial, budaya, politik, ekonomi, bahkan dalam bidang militer.
Sebagai contoh, penulis tertarik kepada sistem perekrutan anggota militer gerakan Hamas di Palestina. Yaitu, untuk menjadi anggota militer dalam gerakan tersebut harus lulus tes seleksi berupa tes keimanan; terutama konsistensi salat jama’ah lima waktu di masjid dan tes moral; berakhlak terpuji, sopan santun, rasa hormat, dan kasih sayang.
Sedangkan segi fisik menjadi pertimbangan yang paling akhir, dan terbukti hasilnya, kita bisa melihat bagaimana kecerdasan taktik dan kekuatan militer Hamas yang mampu mengimbangi kekuatan musuh meski dengan jumlah militer yang jauh tidak berimbang.


Pasalnya, jika hati seseorang (baca: peserta didik) sudah bersih dengan keimanan yang kuat, maka dia akan menjadi manusia yang cerdas dan kuat sekaligus akan mudah menguasai potensi-potensi ilmu lainnya. Dengan demikian, visi dan misi ideal pesantren untuk mencetak kader-kader yang cerdas dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) sekaligus membawa berkah (imtak) akan betul-betul terwujud dengan optimalisasi masjid sebagai laboratorium hati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Segumpal Daging Itu Adalah Qolbu Atau Hati

doa penutup majlis pertemuan

Niat Puasa sunnah dan Niat mandi jinabah dll